TEMPO.CO, Jakarta--
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti
menyatakan pemerintah Malaysia sudah tujuh kali mengklaim budaya Indonesia
sejak 2007. Bahkan, tari zapin, rendang, gamelan, dan cendol pun tercatat dalam
akta budaya Malaysia.
"Pertama, klaim terhadap
kesenian reog Ponorogo pada November 2007," kata Wiendu dalam rapat dengar
pendapat bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat di kompleks parlemen,
Senayan, Rabu 20 Juni 2012.
Setelah reog, berikutnya Malaysia
mengklaim lagu daerah asal Maluku, Rasa Sayange, pada Desember 2008. Tari
pendet dari Bali juga sempat diklaim pada Agustus 2009 lewat iklan pariwisata
Malaysia Truly Asia. "Klaim ini selesai setelah ada protes dari Indonesia,"
ujar Wiendu.
Selanjutnya, pada 2009 kerajinan
batik diklaim, tapi masalah ini selesai karena UNESCO mengakui batik Indonesia.
Pada Maret 2010, Malaysia mengklaim alat musik angklung. "Dan yang
terakhir adalah klaim tari tortor dan alat musik Gordang Sambilan dari
Mandailing," kata Wiendu.
Rencana pemerintah Malaysia
mengakui tari tortor dan alat musik Gordang Sambilan mencuat setelah kantor
berita Bernama di Malaysia melansir pernyataan Menteri Penerangan Komunikasi
dan Kebudayaan Malaysia Datuk Seri Rais Yatim tentang rencananya mendaftarkan
kedua budaya masyarakat Sumatera Utara itu dalam Seksyen 67 Akta Warisan
Kebangsaan 2005.
"Tarian ini akan diresmikan
sebagai salah satu cabang warisan negara," kata Datuk Seri Dr Rais Yatim,
seperti dikutip dari Bernama, setelah meresmikan Perhimpunan Anak-anak
Mandailing pada 14 Juni lalu.
Mendadak sontak, masyarakat Indonesia, terutama suku Mandailing di Sumatera Utara, melancarkan protes keras. Tari tortor dikenal sebagai bagian dari upacara adat untuk menghormati leluhur. Pemerintah pun secara resmi telah meminta klarifikasi tertulis kepada pemerintah Malaysia. "(Tapi) sampai hari ini kami belum mendapat nota penjelasan tersebut," kata Wiendu.
Mendadak sontak, masyarakat Indonesia, terutama suku Mandailing di Sumatera Utara, melancarkan protes keras. Tari tortor dikenal sebagai bagian dari upacara adat untuk menghormati leluhur. Pemerintah pun secara resmi telah meminta klarifikasi tertulis kepada pemerintah Malaysia. "(Tapi) sampai hari ini kami belum mendapat nota penjelasan tersebut," kata Wiendu.
Menurut dia, nota penjelasan
tertulis itu semestinya dikirim pemerintah Malaysia pada Rabu siang 20 Juni
2012. Saat pemerintah melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri
dan Kedutaan Besar RI di negeri jiran itu pada Senin lalu, Kementerian
diyakinkan akan ada penjelasan tertulis dari Malaysia pada Rabu.
"Di akhir rapat, Kementerian
Penerangan Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia diminta memberikan penjelasan
tertulis atas persoalan ini. Itu kami minta supaya menghindari berbagai
interpretasi dan berkembangnya masalah di luar konteks," katanya.
Anggota Komisi Kebudayaan DPR,
Raihan Iskandar, meminta pemerintah membuat program yang jelas dalam melindungi
kebudayaan bangsa yang ada. Sebab, kejadian seperti itu bukanlah yang pertama.
"Yang terpenting adalah bagaimana penyelesaian masalah kali ini tidak berimbas
pada hubungan antara Indonesia dan Malaysia," ujarnya.
Sumber :
Analisis :
Negara Indonesia merupakan Negara
kepulauan terbesar di dunia. Terdiri dari berbagai suku bangsa, etnis, bahasa
dan budaya. Dengan banyaknya kebudayaan yang ada tidak menutup kemungkinan
membuat Negara lain melakukan klaim atas warisan leluhur kita. Itulah yang
terjadi beberapa tahun silam atau mungkin masih terjadi hingga saat ini. Klaim
yang dilakukan Malaysia atas kebudayaan Indonesia membuat rakyat Indonesia
geram. Pasalnya tidak hanya sekali Malaysia melakukan klaim tetapi terhitung
tujuh kali. Berbagai macam protes dilakukan masyarakat Indonesia. Menurut saya
hal tersebut wajar dilakukan tetapi kita juga harus melakukan instrospeksi diri
masing masing. Apakah kita sudah menjadi masyarakat yang bisa mencintai,
melestarikan kebudayaan Indonesia?. Klaim yang dilakukan Malaysia membuktikan
bahwa Negara tersebut tidak memiliki cukup kebudayaan untuk mereka tunjukkan
kepada dunia. Dengan melakukan klaim kebudayaan tersebut Malaysia dapat menarik
perhatian wisatawan asing yang pada akhirnya menambah pemasukan Negara mereka. Bila
dilihat dari sisi netral (tidak memihak pada salah satu Negara), kesalahan
sebenarnya tidak hanya berasal dari Negara Malaysia tetapi kita juga sebagai
rakyat Indonesia. Saat ini kita sudah terlalu jauh melupakan kebudayaan bangsa
sendiri. Kita lebih memilih untuk mengikuti kebudayaan kebudayaan asing yang
masuk ke Indonesia. Dari segi pakaian, makanan, bahasa,dan teknologi. Globalisasi
membuat kita lupa akan kebudayaan yang seharusnya dijunjung tinggi sehingga dengan
mudahnya Malaysia mencuri kebudayaan kita. Peristiwa ini tentunya menjadi
pelajaran yang berarti untuk kita sebagai rakyat Indonesia, agar kita lebih
menghargai, menomor satukan, melestarikan apa yang dimiliki oleh Negara ini.