Sunday, 24 November 2013

Review Jurnal 1 : STUDI KASUS PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KE KOPERASI (bagian 3)


Review 3 (dari 3)
JURNAL VOLUME 6 - SEPTEMBER 2011 : 70-88

STUDI KASUS PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI  KALIMANTAN SELATAN KE KOPERASI
Oleh :
Achmad H. Gopar
(Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK) 

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN

5.1. Kesimpulan

Modal penyertaan pada koperasi merupakan salah satu opsi yang dapat dilakukan oleh koperasi untuk mengatasi permasalahan permodalannya yang terbatas. Untuk mengembangkan usahanya koperasi seharusnya tidak hanya bertumpu pada modal sendiri yang umumnya terbatas. Sebagaimana kita ketahui, modal sendiri koperasi umumnya hanya berasal dari simpanan anggota dan keuntungan usaha, biasanya sangat terbatas untuk digunakan mengembangkan usaha secara cepat. Kegiatan usaha yang menguntungkan biasanya akan menarik, namun hal tersebut tidaklah cukup bagi pemodal  untuk menanamkan uangnya dan barang modalnya pada usaha tersebut.

Beberapa hal menjadi sangat penting bagi pemodal untuk menjadi bahan pertimbangan sebelum menanamkan modalnya pada suatu usaha koperasi, misalnya kepastian usaha, transparansi pelaporan, pembagian keuntungan, dan lain sebagainya. Oleh karena  itu koperasi harus selalu  berinovasi untuk lebih menarik modal luar, terutama modal penyertaan. Inovasi tersebut dilakukan agar usaha koperasi menjadi lebih menarik bagi pemodal dengan tanpa meninggalkan jati diri yang harus selalu dipegang teguh koperasi.

Oleh karena itu pemodal tidak mempunyai hak untuk pengelolaan dan pengawasan, yang berakibat pada lemahnya akses untuk penentuan hak keuntungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut hal hal yang menjadi sumber prestasi biasanya dinegosiasikan sejak awal dan dituangkan dalam surat perjanjian modal penyertaan. Mengingat kompleksitasnya biasanya koperasi menawarkan model modal penyertaan dengan tingkat pendapatan tetap, baik berupa nilai nominal maupun berupa prosentase tertentu dari keuntungan.

Modal penyertaan pada unit usaha otonom koperasi lebih mudah dan fleksibel lagi. Pada model ini pengelolaan dana administrasi dilakukan sendiri secara otonom oleh unit usaha, sehingga pemodal lebih mudah untuk mengikuti perkembangannya.



Pada model ini, kepemilikan, pengelolaan dan pengawasan dilakukan bersama antara koperasi dan pemodal secara proporsional sesuai dengan besarnya modal yang disertakan. Oleh karena itu, agar badan usaha tersebut tetap menjadi milik koperasi, proporsi kepemilikan saham perseroan harus dijaga agar tetap dominan sehingga tetap menjadi pemilik saham pengendali.

Ketiga bentuk kelembagaan tersebut akan mengubah  sistem operasional dan prosedur yang harus dijalankan oleh koperasi. Perubahan bentuk kelembagaan maupun sistem operasional tersebut pada tingkatan tertentu mungkin tidak bisa lagi hanya diatur dengan aturan internal dan perjanjian, tapi sudah memerlukan pengaturan pemerintah atau perundangan, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) atau bahkan Undang-Undang.


5.2. Rekomendasi

Pemerintah dapat  menjadi pelopor dalam melaksanakan modal penyertaan ini dengan menanamkan modalnya kedalam tiga model seperti telah dibahas sebelumnya. Selain itu pemerintah perlu mendorong dilakukannya berbagai inovasi untuk membuat modal penyertaan menjadi opsi yang lebih menarik lagi bagi  pemodal untuk menanamkan modalnya pada koperasi.  Dorongan inovasi itu dapat dilakukan melalui penelitian dan pengembangan, kaji tindak suatu inovasi, maupun   penanaman modal secara langsung. Penelitian dan pengembangan mengenai modal penyertaan ini masih sangat sedikit, sehingga belum banyak inovasi yang bisa dieksplorasi maupun dieksploitasi untuk pengembangan permodalan koperasi melalui pemanfaatan modal penyertaan. Perhatian terhadap pengembangan koperasi melalui pemanfaatan modal penyertaan ini selayaknya lebih ditingkatkan lagi

Hal yang mendesak untuk dilakukan oleh pemerintah adalah memperbaharui PP 33 Tahun 1998 yang sudah berumur lebih satu dasawarsa namun masih kurang ditengok. Pembaharuan PP hendaknya agar PP lebih operasional dan lebih berorientasi keluar, artinya penekanan tidak hanya padahal-hal yang berhubungan dengan penyertaan modal ke koperasi, namun juga padahal hal yang menyangkut bagaimana caranya koperasi dapat menyertakan modalnya kepada usaha-usaha yang menguntungkan, terutama yang ada di koperasi lain.


DAFTAR PUSTAKA

Draper, N. R. and H.Smith. 1981. Applied Regresion Analysis , New York: John Wiley & Sons.
Gilbert, N and H. Specht. 1977. Planning for Social Welfare; Issues, Model, and Tasks, New Jersey: Pretice-Hall, Inc.
Gopar,A,H. 2009. Modal Penyertaan pada Koperasi , paper, Hotel Mirah, Bogor, 28 April 2009
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1988 tentang Penyertaan Modal pada Koperasi
Pusat Informasi Perkoperasian. Majalah, Edisi Mei 2008: HTTP://www.majalah-pip.com/majalah.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 1992. Jakarta: Pemerintah Koperasi.
Welch, S. and J. Cormer. 1988. Quantitative Methods for Public Administration, Techniques and Applications, Chicago: The Dorsey Press.

NAMA            : IRMA YONA MARANTIKA        (23212810)

                          PIKA RUSTIA                                 (25212671)

KELAS           : 2EB09



Review Jurnal 1 : STUDI KASUS PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KE KOPERASI (bagian 2)


Review 2 (dari 3)
JURNAL VOLUME 6 - SEPTEMBER 2011 : 70-88

STUDI KASUS PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI  KALIMANTAN SELATAN KE KOPERASI
Oleh :
Achmad H. Gopar
(Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Modal penyertaan dapat berasal dari pemerintah, anggota masyarakat, badan usaha, dan badan badan lainnya. Pemupukan modal penyertaan dilakukan berdasarkan perjanjian antara koperasi dengan pemodal (pasal 3 dan pasal 4, PP No: 33 Tahun 1998). Pasal 15 PP No. 33 Tahun 1998 tersebut menyatakan: ”koperasi yang menyelenggarakan usaha yang dibiayai modal penyertaan wajib menyampaikan laporan berkala kepada Menteri (dalam hal ini Menteri Koperasi)”. Walaupun sudah lebih satu dasawarsa berlalu, nyatanya penyertaan modal pada koperasi ini belumlah menggembirakan, bahkan dapat dikatakan stagnan, terutama modal penyertaan yang berasal dari anggota masyarakat, badan usaha, dan badan badan lainnya.

Pada tahun 2006 pemerintah daerah menyertakan modalnya sebesar Rp. 1 milyar kepada 6 koperasi. Sesuai dengan PP, pelaksanaan modal penyertaan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian, Surat Perjanjian Modal Penyertaan Koperasi (SPMPKOP), yang dilakukan antara pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan keenam koperasi tersebut.

Proses penyertaan modal dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan kepada koperasi ini dapat diuraikan secara sederhana dengan alur proses sebagai berikut:

1.      Adanya Program dari Pemerintah Provinsi untuk Modal Penyertaan Kepada Koperasi dan Badan Usaha lainnya untuk Tahun Anggaran.
2.      Pembentukan Tim Fasilitasi Penyertaan Modal Pemprov untuk Tahun Anggaran.
3.      Sosialisasi Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan ke Dinas yang membidangi urusan Koperasi dan UKM Kabupaten/Kota seKalimantan Selatan.
4.      Penyampaian proposal dari Koperasi ke Dinas masing-masing untuk rekomendasi dan layak untuk diprogramkan ke Pokja Fasilitasi penyertaan Modal Pemprov yang dibentuk oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan tentunya didukung oleh Dana APBD untuk kegiatan tersebut.
5.      Dilakukan verifikasi oleh Tim Pokja ke Koperasi masing-masing Kab/Kota yang mengusulkan untuk mendapatkan program Modal Penyertaan.
6.      Dilakukan penilaian sekaligus Scoring oleh tim atas usulan koperasi. Dimaksud untuk diproses lebih lanjut dengan nilai score yang disepakati oleh tim yang tentunya disesuaikan dengan dana yang tersedia oleh Pemerintah Daerah untuk program Tahun Anggaran yang disetujui oleh Dewan (DPRD Prov).
7.      Adanya penetapan oleh tim atas koperasi-koperasi yang dicalonkan yang tentunya melalui seleksi tadi yang tentunya layak sesuai kebutuhan dan ketetapan tim.
8.      Kemudian proses penetapan melalui Perda atas penyertaan modal Pemprov kepada koperasi yang sudah ditetapkan baik jumlah koperasinya maupun besaran berapa dana yang disertakan kepada masing-masing koperasi yang bersangkutan.
9.      Jika Perda sudah ditetapkan, baru tim akan mengusulkan kembali kepada Gubernur Kepala Daerah agar koperasi calon penerima dibuat SK-nya oleh Gubernur.
10.  Koperasi calon penerima dipanggil untuk memberitahukan keputusan Gubernur tersebut sekaligus untuk membahas Surat Perjanjian Bersama antara Gubernur dengan Pengurus Koperasi yang bersangkutan, yang didalam memuat sebagaimana perjanjian masing-masing koperasi.
11.  Tim fasilitasi melalui Dinas yang membidangi urusan koperasi akan menyiapkan proses pencairan dana kepada rekening Bank masingmasing koperasi melalui Biro Keuangan Setda Provinsi Kalimantan Selatan.
12.  Tugas dan kewajiban koperasi penerima modal penyertaan Pemprov tertuang dalam Surat Perjanjian Modal Penyertaan (SPMP) Koperasi.
13.  Koperasi berkewajiban menyampaikan Laporan Perkembangan setiap bulan ke Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan dan ditembuskan pula ke Dinas yang membidangi urusan Koperasi Kab/Kota.
14.  Dinas Koperasi merekap laporan dari Koperasi per 3 bulan (triwulan) untuk dievaluasi dan disampaikan ke Gubernur Kalimantan Selatan dan ditembuskan ke DPRD. Melihat prospek penyertaan modal dari Pemprov Kalsel tersebut cukup berhasil, program tersebut dilanjutkan pada tahun 2008, 2009 dan 2010. Pada tahun 2008 Pememerintah Provinsi Kalimantan Selatan menggelontorkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp.4,750 milyar dan sebanyak Rp. 10 milyar untuk tahun 2009. Dana tersebut tentunya sudah atas persetujuan DPRD, karena dituangkan melalui Peraturan Daerah.

Pada beberapa sektor, terutama pertanian dan perkebunan rakyat, yang sangat tidak diminati pemodal dan kreditor untuk menanamkam modalnya pada koperasi, pemerintah dapat melakukan pemberdayaan dengan melaksanakan modal penyertaan. Misalnya saja untuk pendirian pabrik pengolahan kelapa sawit dan karet alam. Untuk mendirikan pabrik pengolahan kedua komoditi tersebut membutuhkan dana yang sangat besar, yang tidak mungkin hanya berasal dari modal internal koperasi.
 Oleh karena itu dibutuhkan upaya pemerintah untuk memobilisasikan dana untuk membantu koperasi membangun pabrik pengolahan agar petani yang menjadi anggota koperasi dapat memetik nilai tambah yang dihasilkan dari pabrik pengolahan tersebut. Mobilisasi dana tersebut bisa dari sumber tunggal, misalnya dari modal penyertaan, maupun dengan mengkombinasikannya dengan sumber dana lainnya, seperti kredit, dana bergulir, dan penjualan efek. Pada tahun 2004 pernah dicoba menggunakan dana bergulir kemitraan untuk membangun pabrik pengolahan kelapa sawit mini.


Model Kelembagaan Untuk Modal Penyertaan Pada Koperasi

Penyertaan modal kepada koperasi memberikan konsekuensi kelembagaan pada koperasi, baik pada bentuk kelembagaannya maupun pada sistem operasional dan prosedurnya. Setidaknya ada tiga bentuk kelembagaan sebagai konsekuensi pelaksanaan modal penyertaan, yaitu: modal penyertaan langsung pada kegiatan usaha koperasi, modal penyertaan pada unit usaha otonom koperasi, dan modal penyertaan pada perseroan milik koperasi. Modal penyertaan langsung pada kegiatan usaha koperasi biasanya dilakukan untuk menambah modal pada satu kegiatan usaha koperasi yang sedang berkembang.

Model kelembagaan pada pelaksanaan modal penyertaan seperti ini menimbulkan konsekuensi yang paling kompleks kerena dua hal; hak suara dan hak keuntungan. Modal penyertaan pada model ini tidak mempunyai hak suara (nonvoting stock), karena hanya anggota yang mempunyai hak suara. Oleh karena itu pemodal tidak mempunyai hak untuk pengelolaan dan pengawasan, yang berakibat pada lemahnya akses untuk penentuan hak keuntungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, hal yang menjadi sumber wanprestasi biasanya dinegosiasikan sejak awal dan dituangkan dalam surat perjanjian modal penyertaan.

Modal penyertaan pada unit usaha otonom koperasi lebih mudah dan fleksibel lagi. Pada model ini pengelolaan dan administrasi dilakukan sendiri secara otonom oleh unit usaha, sehingga pemodal lebih mudah untuk mengikuti perkembangannya. Namun demikian pemodal tetap tidak bisa ikut dalam pengelolaan dan pengawasan, karena dua kegiatan tersebut dilakukan oleh dan atas nama koperasi.

Pemodal dapat mengikuti perkembangannya melalui sistem pelaporan. Oleh karena itu sistem pelaporan operasional menjadi hal penting yang harus masuk dalam perjanjian. Model ketiga, yang seharusnya dapat dieksplorasikan secara maksimal oleh koperasi, adalah modal penyertaan pada badan usaha atau perseroan milik koperasi. Karena modal penyertaan dilaksanakan untuk perseroan, yang berlaku adalah peraturan dan undang-undang perseroan terbatas. Pada model ini, kepemilikan, pengelolaan dan pengawasan dilakukan bersama antara koperasi dan pemodal secara proporsional sesuai dengan besarnya modal yang disertakan. Oleh karena itu, agar badan usaha tersebut tetap menjadi milik koperasi, proporsi kepemilikan saham perseroan harus dijaga agar tetap dominan sehingga tetap penjadi pemilik saham pengendali.



DAFTAR PUSTAKA

Draper, N. R. and H.Smith. 1981. Applied Regresion Analysis , New York: John Wiley & Sons.
Gilbert, N and H. Specht. 1977. Planning for Social Welfare; Issues, Model, and Tasks, New Jersey: Pretice-Hall, Inc.
Gopar,A,H. 2009. Modal Penyertaan pada Koperasi , paper, Hotel Mirah, Bogor, 28 April 2009
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1988 tentang Penyertaan Modal pada Koperasi
Pusat Informasi Perkoperasian. Majalah, Edisi Mei 2008: HTTP://www.majalah-pip.com/majalah.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 1992. Jakarta: Pemerintah Koperasi.
Welch, S. and J. Cormer. 1988. Quantitative Methods for Public Administration, Techniques and Applications, Chicago: The Dorsey Press.

NAMA            : IRMA YONA MARANTIKA        (23212810)

                          PIKA RUSTIA                                 (25212671)

KELAS           : 2EB09

Thursday, 7 November 2013

Review Jurnal 1 : STUDI KASUS PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KE KOPERASI (bagian 1)


Review 1 (dari 3)
JURNAL VOLUME 6 - SEPTEMBER 2011 : 70-88

STUDI KASUS PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI  KALIMANTAN SELATAN KE KOPERASI
Oleh :
Achmad H. Gopar
(Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK)

Abstrak
Koperasi sebagai badan usaha adalah sebuah lembaga yang dinamis yang perlu terus dikembangkan lembaganya dan diperbesar usahanya. Untuk memperbesar usahanya tersebut koperasi memerlukan modal, baik yang berasal dari internal koperasi maupun yang berasal dari eksternal koperasi. Ketika modal sendiri tidak mencukupi maka koperasi harus mencari modal dari luar koperasi. Salah satu bentuk  modal dari luar tersebut adalah modal penyertaan.

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Koperasi sebagai badan usaha adalah sebuah lembaga yang dinamis, perlu untuk terus mengembangkan lembaganya dan memperbesar usahanya. Untuk memperbesar usahanya tersebut koperasi memerlukan modal, baik yang berasal dari internal koperasi maupun yang berasal dari eksternal koperasi. Ketika modal sendiri tidak mencukupi, koperasi harus mencari modal dari luar koperasi. Berbagai jenis modal ditawarkan oleh pemodal dari luar koperasi maupun dari lembaga intermediasi keuangan. Salah satu bentuk modal dari luar tersebut adalah modal penyertaan. Modal penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan koperasi dalam meningkatkan kegiatan usahanya (PP Nomor 33 Tahun 1998). Modal penyertaan pada koperasi merupakan salah satu opsi yang dapat dilakukan oleh koperasi untuk mengatasi permasalahan permodalannya yang terbatas. Untuk mengembangkan usahanya, koperasi seharusnya tidak hanya bertumpu pada modal sendiri yang umumnya terbatas.

Sebagaimana diketahui, modal sendiri koperasi umumnya hanya berasal dari simpanan anggota dan keuntungan usaha, biasanya sangat terbatas ketika digunakan untuk mengembangkan usaha secara cepat.
Kegiatan usaha yang menguntungkan biasanya akan menarik. Namun hal tersebut tidaklah cukup bagi pemodal untuk menanamkan uang dan barang modalnya pada usaha tersebut. Beberapa hal menjadi sangat penting bagi pemodal untuk menjadi bahan pertimbangan sebelum menanamkan modalnya pada suatu usaha koperasi, misalnya kepastian usaha, transparansi pelaporan, pembagian keuntungan, dan sebagainya. Oleh karena itu koperasi harus selalu berinovasi untuk lebih menarik modal luar, terutama modal penyertaan. Inovasi tersebut dilakukan agar usaha koperasi menjadi lebih lebih menarik bagi pemodal dengan tanpa meninggalkan jati diri yang harus selalu dipegang teguh koperasi. Jangan sampai upaya pragmatis menyebabkan koperasi tidak lagi memegang teguh prinsip-prinsip dasar yang menjadi pedoman bagi koperasi dalam melaksanakan kegiatannya.

1.2. Identifikasi Masalah
Modal penyertaan dapat berasal dari pemerintah, anggota masyarakat, badan usaha, dan badan-badan lainnya. Pemerintah dapat menjadi pelopor dalam melaksanakan modal penyertaan ini dengan menanamkan modalnya ke dalam kegiatan usaha koperasi. Selain itu pemerintah perlu mendorong dilakukannya berbagai inovasi untuk membuat modal penyertaan menjadi opsi yang lebih menarik lagi bagi pemodal untuk menanamkan modalnya pada koperasi. Dorongan inovasi itu dapat dilakukan melalui penelitian dan pengembangan, kaji tindak suatu inovasi, maupun penanaman modal secara langsung. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sejak tahun 2006 telah melaksanakan penyertaan modal kepada koperasi. Walaupun penyertaan modal Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan ini dianggap sukses, namun bukan berarti tidak ada permasalahan dan kendala. Untuk itu harus dilakukan pengkajian sudah sejauh mana modal penyertaan ini telah berkembang dan berperan dalam pengembangan koperasi.

1.3. Pembatasan Masalah
Sasaran dari kajian ini mencakup sekelompok koperasi penerima dana modal penyertaan yang telah memanfaatkannya untuk pengembangan usaha koperasi. Mengingat keterbatasan sumberdaya untuk melaksanakan pengambilan data, maka kelompok sasaran dibatasi untuk 6 koperasi yang ditentukan secara sengaja (purposive), yaitu koperasi penerima modal penyertaan pertama kali pada tahun 2006.
Keluaran dari kajian ini adalah data faktual mengenai pemanfaatan modal penyertaan oleh koperasi responden untuk mengembangkan koperasi. Data tersebut dianalisis sehingga menjadi informasi yang berguna bagi penyusunan kebijakan mengenai modal penyertaan dan referensi bagi koperasi yang akan mereplikasi pemanfaatan modal penyertaan untuk mengembangkan koperasinya.

1.4. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pada kajian ini dibatasi pada lingkup sebagai berikut:
1. Mengkaji kemanfaatan dan keuntungan dari pelaksanaan modal penyertaan.
2. Menghitung pembagian hasil antara koperasi dan investor modal penyertaan.
3. Mengukur dampak pemanfaatan modal penyertaan bagi koperasi.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dilakukannya Kajian Peranan Modal Penyertaan pada Pengembangan Koperasi ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan identifikasi permasalahan yang ada dalam rangka pemanfaatan modal penyertaan oleh koperasi.
2. Melakukan analisis peranan modal penyertaan terhadap pengembangan usaha koperasi.
3. Melakukan analisis terhadap model kelembagaan pada koperasi yang memanfaatkan modal penyertaan tersebut.

II. KERANGKA PEMIKIRAN
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan dibuat untuk memacu pemanfaatan modal penyertaan untuk mempercepat pengembangan koperasi. Walaupun sudah satu dasawarsa berlalu, nyatanya penyertaan modal pada koperasi ini belumlah menggembirakan, bahkan dapat dikatakan stagnan, terutama modal penyertaan yang berasal dari anggota masyarakat, badan usaha, dan badan badan lainnya. Pemupukan modal penyertaan dilakukan berdasarkan perjanjian antara koperasi dengan pemodal (pasal 3 dan pasal 4, PP No. 33 Tahun 1998). Pasal 15 PP No. 33 Tahun 1998 tersebut menyatakan koperasi yang menyelenggarakan usaha yang dibiayai modal penyertaan wajib menyampaikan laporan berkala kepada Menteri (dalam hal ini Menteri Koperasi). Dari minimnya pelaporan mengenai penyertaan modal dalam koperasi ke Menteri Koperasi dan UKM sampai  saat ini mengindikasikan masih kecilnya peranan modal penyertaan dalam pengembangan koperasi.

Rendahnya pemanfaatan modal penyertaan dalam pengembangan koperasi ini diduga karena adanya berbagai permasalahan yang ada di koperasi yang menghambat masuknya modal ke koperasi.Berbagai permasalahan tersebut dapat disebabkan oleh bentuk kelembagaan koperasi, usaha koperasi, manajemen koperasi, sumberdaya koperasi, dan berbagai masalah dan kendala lainnya, terutama yang berkaitan dengan peraturan internal maupun dari eksternal (pemerintah). Permasalahan tersebut tentunya harus diatasi terlebih dahulu agar pihak luar tertarik untuk menanamkan modalnya dalam koperasi. Bagi penanam modal, setelah berbagai permasalahan tersebut dapat dikurangi, tentunya mereka melihat apakah menanamkan modalnya di koperasi akan lebih prospektif dibandingkan jika mereka menanamkan modalnya di badan usaha non koperasi, karena orientasi utama penanam modal adalah keuntungan yang sebesar-besarnya untuk modal yang mereka tanamkan.

Modal penyertaan pada koperasi pada kenyataannya hampir mirip jika dibandingkan dengan saham pada Perseroan Terbatas (PT) maupun perusahaan terbuka, namun memiliki keunikan sendiri karena lembaga koperasi memiliki prinsip ”one man one vote”. Jika pada PT dan perusahaan terbuka besarnya suara ditentukan oleh besarnya modal yang disertakan di perusahaan (representasi modal/saham), maka pada koperasi suara merepresentasikan keanggotaan; setiap anggota mempunyai kekuatan suara yang sama, satu suara untuk setiap anggota. Inilah yang menjadi tantangan bagi koperasi untuk menarik modal penyertaan: bagaimana menarik modal penyertaan dari luar koperasi yang tidak merepresentasikan suara (nonvote), padahal modal tersebut menanggung risiko kerugian. Hal tersebut menjadi permasalahan mendasar bagi penanam modal untuk menyertakan modalnya dalam koperasi.

Bagi penanam modal kendali bagi pemanfaatan modal yang mereka sertakan merupakan hal yang mutlak diperlukan. Oleh karena itu koperasi memerlukan banyak inovasi untuk menawarkan model penyertaan modal yang menarik bagi penanam modal agar menanamkan modalnya ke koperasi. Selain permasalahan internal, koperasi juga mempunyai permasalahan eksternal untuk menarik lebih banyak lagi modal penyertaan. Gerakan koperasi hingga saat ini belum mampu membangun sistem kelembagaan yang terintegrasi secara struktural. Koperasi masih bergerak secara sendirisendiri dalam unit-unit kecil yang umumnya belum mandiri. Kelebihan dan
kekurangan di masing-masing unit belum terintermediasikan secara baik. Hal ini menyebabkan banyak sumberdaya di suatu unit yang menjadi mubazir, atau tidak bermanfaat secara maksimal, sedangkan di unit lainnya sebenarnya sumberdaya tersebut sangat dibutuhkan dan dapat dimanfaatkan secara optimal.

Peraturan dan pengaturan mengenai penyertaan modal untuk mengembangkan koperasi masih belum memadai. Untuk lebih memacu lagi pemanfaatan modal penyertaan oleh koperasi berbagai pengaturan dan peraturan masih perlu dibuat, dan yang lebih penting lagi bagaimana peraturan tersebut disosialisasikan dan diinternalisasikan agar bisa digunakan oleh gerakan koperasi. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Sendiri, walau sudah berusia satu dekade lebih, diduga masih belum tersosialisasikan dengan baik. Kajian ini men coba mengi dentifikasikan berbagai permasalahan tersebut, menganalisis dan menemukan kesimpulan yang diperlukan untuk merancang solusi dan saran perbaikan yang diperlukan dalam penyusunan kebijakan lebih lanjut.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan sangatlah erat kaitannya dengan tujuan yang hendak dicapai oleh kegiatan ini. Untuk mencapai tujuan kegiatan kajian ini dan berdasarkan kerangka acuan kegiatan yang telah ditetapkan, maka pelaksanaannya dilakukan berdasarkan metodologi penelitian studi kasus.

DAFTAR PUSTAKA
Draper, N. R. and H.Smith. 1981. Applied Regresion Analysis , New York: John Wiley & Sons.
Gilbert, N and H. Specht. 1977. Planning for Social Welfare; Issues, Model, and Tasks, New Jersey: Pretice-Hall, Inc.
Gopar,A,H. 2009. Modal Penyertaan pada Koperasi , paper, Hotel Mirah, Bogor, 28 April 2009
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1988 tentang Penyertaan Modal pada Koperasi
Pusat Informasi Perkoperasian. Majalah, Edisi Mei 2008: HTTP://www.majalah-pip.com/majalah.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 1992. Jakarta: Pemerintah Koperasi.
Welch, S. and J. Cormer. 1988. Quantitative Methods for Public Administration, Techniques and Applications, Chicago: The Dorsey Press.


NAMA                        : PIKA RUSTIA
KELAS                       : 2EB09
NPM                           : 25212671