Sunday, 24 November 2013

Review Jurnal 1 : STUDI KASUS PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KE KOPERASI (bagian 3)


Review 3 (dari 3)
JURNAL VOLUME 6 - SEPTEMBER 2011 : 70-88

STUDI KASUS PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI  KALIMANTAN SELATAN KE KOPERASI
Oleh :
Achmad H. Gopar
(Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK) 

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENELITIAN

5.1. Kesimpulan

Modal penyertaan pada koperasi merupakan salah satu opsi yang dapat dilakukan oleh koperasi untuk mengatasi permasalahan permodalannya yang terbatas. Untuk mengembangkan usahanya koperasi seharusnya tidak hanya bertumpu pada modal sendiri yang umumnya terbatas. Sebagaimana kita ketahui, modal sendiri koperasi umumnya hanya berasal dari simpanan anggota dan keuntungan usaha, biasanya sangat terbatas untuk digunakan mengembangkan usaha secara cepat. Kegiatan usaha yang menguntungkan biasanya akan menarik, namun hal tersebut tidaklah cukup bagi pemodal  untuk menanamkan uangnya dan barang modalnya pada usaha tersebut.

Beberapa hal menjadi sangat penting bagi pemodal untuk menjadi bahan pertimbangan sebelum menanamkan modalnya pada suatu usaha koperasi, misalnya kepastian usaha, transparansi pelaporan, pembagian keuntungan, dan lain sebagainya. Oleh karena  itu koperasi harus selalu  berinovasi untuk lebih menarik modal luar, terutama modal penyertaan. Inovasi tersebut dilakukan agar usaha koperasi menjadi lebih menarik bagi pemodal dengan tanpa meninggalkan jati diri yang harus selalu dipegang teguh koperasi.

Oleh karena itu pemodal tidak mempunyai hak untuk pengelolaan dan pengawasan, yang berakibat pada lemahnya akses untuk penentuan hak keuntungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut hal hal yang menjadi sumber prestasi biasanya dinegosiasikan sejak awal dan dituangkan dalam surat perjanjian modal penyertaan. Mengingat kompleksitasnya biasanya koperasi menawarkan model modal penyertaan dengan tingkat pendapatan tetap, baik berupa nilai nominal maupun berupa prosentase tertentu dari keuntungan.

Modal penyertaan pada unit usaha otonom koperasi lebih mudah dan fleksibel lagi. Pada model ini pengelolaan dana administrasi dilakukan sendiri secara otonom oleh unit usaha, sehingga pemodal lebih mudah untuk mengikuti perkembangannya.



Pada model ini, kepemilikan, pengelolaan dan pengawasan dilakukan bersama antara koperasi dan pemodal secara proporsional sesuai dengan besarnya modal yang disertakan. Oleh karena itu, agar badan usaha tersebut tetap menjadi milik koperasi, proporsi kepemilikan saham perseroan harus dijaga agar tetap dominan sehingga tetap menjadi pemilik saham pengendali.

Ketiga bentuk kelembagaan tersebut akan mengubah  sistem operasional dan prosedur yang harus dijalankan oleh koperasi. Perubahan bentuk kelembagaan maupun sistem operasional tersebut pada tingkatan tertentu mungkin tidak bisa lagi hanya diatur dengan aturan internal dan perjanjian, tapi sudah memerlukan pengaturan pemerintah atau perundangan, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) atau bahkan Undang-Undang.


5.2. Rekomendasi

Pemerintah dapat  menjadi pelopor dalam melaksanakan modal penyertaan ini dengan menanamkan modalnya kedalam tiga model seperti telah dibahas sebelumnya. Selain itu pemerintah perlu mendorong dilakukannya berbagai inovasi untuk membuat modal penyertaan menjadi opsi yang lebih menarik lagi bagi  pemodal untuk menanamkan modalnya pada koperasi.  Dorongan inovasi itu dapat dilakukan melalui penelitian dan pengembangan, kaji tindak suatu inovasi, maupun   penanaman modal secara langsung. Penelitian dan pengembangan mengenai modal penyertaan ini masih sangat sedikit, sehingga belum banyak inovasi yang bisa dieksplorasi maupun dieksploitasi untuk pengembangan permodalan koperasi melalui pemanfaatan modal penyertaan. Perhatian terhadap pengembangan koperasi melalui pemanfaatan modal penyertaan ini selayaknya lebih ditingkatkan lagi

Hal yang mendesak untuk dilakukan oleh pemerintah adalah memperbaharui PP 33 Tahun 1998 yang sudah berumur lebih satu dasawarsa namun masih kurang ditengok. Pembaharuan PP hendaknya agar PP lebih operasional dan lebih berorientasi keluar, artinya penekanan tidak hanya padahal-hal yang berhubungan dengan penyertaan modal ke koperasi, namun juga padahal hal yang menyangkut bagaimana caranya koperasi dapat menyertakan modalnya kepada usaha-usaha yang menguntungkan, terutama yang ada di koperasi lain.


DAFTAR PUSTAKA

Draper, N. R. and H.Smith. 1981. Applied Regresion Analysis , New York: John Wiley & Sons.
Gilbert, N and H. Specht. 1977. Planning for Social Welfare; Issues, Model, and Tasks, New Jersey: Pretice-Hall, Inc.
Gopar,A,H. 2009. Modal Penyertaan pada Koperasi , paper, Hotel Mirah, Bogor, 28 April 2009
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1988 tentang Penyertaan Modal pada Koperasi
Pusat Informasi Perkoperasian. Majalah, Edisi Mei 2008: HTTP://www.majalah-pip.com/majalah.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 1992. Jakarta: Pemerintah Koperasi.
Welch, S. and J. Cormer. 1988. Quantitative Methods for Public Administration, Techniques and Applications, Chicago: The Dorsey Press.

NAMA            : IRMA YONA MARANTIKA        (23212810)

                          PIKA RUSTIA                                 (25212671)

KELAS           : 2EB09



No comments:

Post a Comment