Sunday, 24 November 2013

Review Jurnal 1 : STUDI KASUS PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KE KOPERASI (bagian 2)


Review 2 (dari 3)
JURNAL VOLUME 6 - SEPTEMBER 2011 : 70-88

STUDI KASUS PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH PROVINSI  KALIMANTAN SELATAN KE KOPERASI
Oleh :
Achmad H. Gopar
(Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Modal penyertaan dapat berasal dari pemerintah, anggota masyarakat, badan usaha, dan badan badan lainnya. Pemupukan modal penyertaan dilakukan berdasarkan perjanjian antara koperasi dengan pemodal (pasal 3 dan pasal 4, PP No: 33 Tahun 1998). Pasal 15 PP No. 33 Tahun 1998 tersebut menyatakan: ”koperasi yang menyelenggarakan usaha yang dibiayai modal penyertaan wajib menyampaikan laporan berkala kepada Menteri (dalam hal ini Menteri Koperasi)”. Walaupun sudah lebih satu dasawarsa berlalu, nyatanya penyertaan modal pada koperasi ini belumlah menggembirakan, bahkan dapat dikatakan stagnan, terutama modal penyertaan yang berasal dari anggota masyarakat, badan usaha, dan badan badan lainnya.

Pada tahun 2006 pemerintah daerah menyertakan modalnya sebesar Rp. 1 milyar kepada 6 koperasi. Sesuai dengan PP, pelaksanaan modal penyertaan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian, Surat Perjanjian Modal Penyertaan Koperasi (SPMPKOP), yang dilakukan antara pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan keenam koperasi tersebut.

Proses penyertaan modal dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan kepada koperasi ini dapat diuraikan secara sederhana dengan alur proses sebagai berikut:

1.      Adanya Program dari Pemerintah Provinsi untuk Modal Penyertaan Kepada Koperasi dan Badan Usaha lainnya untuk Tahun Anggaran.
2.      Pembentukan Tim Fasilitasi Penyertaan Modal Pemprov untuk Tahun Anggaran.
3.      Sosialisasi Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan ke Dinas yang membidangi urusan Koperasi dan UKM Kabupaten/Kota seKalimantan Selatan.
4.      Penyampaian proposal dari Koperasi ke Dinas masing-masing untuk rekomendasi dan layak untuk diprogramkan ke Pokja Fasilitasi penyertaan Modal Pemprov yang dibentuk oleh Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan tentunya didukung oleh Dana APBD untuk kegiatan tersebut.
5.      Dilakukan verifikasi oleh Tim Pokja ke Koperasi masing-masing Kab/Kota yang mengusulkan untuk mendapatkan program Modal Penyertaan.
6.      Dilakukan penilaian sekaligus Scoring oleh tim atas usulan koperasi. Dimaksud untuk diproses lebih lanjut dengan nilai score yang disepakati oleh tim yang tentunya disesuaikan dengan dana yang tersedia oleh Pemerintah Daerah untuk program Tahun Anggaran yang disetujui oleh Dewan (DPRD Prov).
7.      Adanya penetapan oleh tim atas koperasi-koperasi yang dicalonkan yang tentunya melalui seleksi tadi yang tentunya layak sesuai kebutuhan dan ketetapan tim.
8.      Kemudian proses penetapan melalui Perda atas penyertaan modal Pemprov kepada koperasi yang sudah ditetapkan baik jumlah koperasinya maupun besaran berapa dana yang disertakan kepada masing-masing koperasi yang bersangkutan.
9.      Jika Perda sudah ditetapkan, baru tim akan mengusulkan kembali kepada Gubernur Kepala Daerah agar koperasi calon penerima dibuat SK-nya oleh Gubernur.
10.  Koperasi calon penerima dipanggil untuk memberitahukan keputusan Gubernur tersebut sekaligus untuk membahas Surat Perjanjian Bersama antara Gubernur dengan Pengurus Koperasi yang bersangkutan, yang didalam memuat sebagaimana perjanjian masing-masing koperasi.
11.  Tim fasilitasi melalui Dinas yang membidangi urusan koperasi akan menyiapkan proses pencairan dana kepada rekening Bank masingmasing koperasi melalui Biro Keuangan Setda Provinsi Kalimantan Selatan.
12.  Tugas dan kewajiban koperasi penerima modal penyertaan Pemprov tertuang dalam Surat Perjanjian Modal Penyertaan (SPMP) Koperasi.
13.  Koperasi berkewajiban menyampaikan Laporan Perkembangan setiap bulan ke Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan dan ditembuskan pula ke Dinas yang membidangi urusan Koperasi Kab/Kota.
14.  Dinas Koperasi merekap laporan dari Koperasi per 3 bulan (triwulan) untuk dievaluasi dan disampaikan ke Gubernur Kalimantan Selatan dan ditembuskan ke DPRD. Melihat prospek penyertaan modal dari Pemprov Kalsel tersebut cukup berhasil, program tersebut dilanjutkan pada tahun 2008, 2009 dan 2010. Pada tahun 2008 Pememerintah Provinsi Kalimantan Selatan menggelontorkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp.4,750 milyar dan sebanyak Rp. 10 milyar untuk tahun 2009. Dana tersebut tentunya sudah atas persetujuan DPRD, karena dituangkan melalui Peraturan Daerah.

Pada beberapa sektor, terutama pertanian dan perkebunan rakyat, yang sangat tidak diminati pemodal dan kreditor untuk menanamkam modalnya pada koperasi, pemerintah dapat melakukan pemberdayaan dengan melaksanakan modal penyertaan. Misalnya saja untuk pendirian pabrik pengolahan kelapa sawit dan karet alam. Untuk mendirikan pabrik pengolahan kedua komoditi tersebut membutuhkan dana yang sangat besar, yang tidak mungkin hanya berasal dari modal internal koperasi.
 Oleh karena itu dibutuhkan upaya pemerintah untuk memobilisasikan dana untuk membantu koperasi membangun pabrik pengolahan agar petani yang menjadi anggota koperasi dapat memetik nilai tambah yang dihasilkan dari pabrik pengolahan tersebut. Mobilisasi dana tersebut bisa dari sumber tunggal, misalnya dari modal penyertaan, maupun dengan mengkombinasikannya dengan sumber dana lainnya, seperti kredit, dana bergulir, dan penjualan efek. Pada tahun 2004 pernah dicoba menggunakan dana bergulir kemitraan untuk membangun pabrik pengolahan kelapa sawit mini.


Model Kelembagaan Untuk Modal Penyertaan Pada Koperasi

Penyertaan modal kepada koperasi memberikan konsekuensi kelembagaan pada koperasi, baik pada bentuk kelembagaannya maupun pada sistem operasional dan prosedurnya. Setidaknya ada tiga bentuk kelembagaan sebagai konsekuensi pelaksanaan modal penyertaan, yaitu: modal penyertaan langsung pada kegiatan usaha koperasi, modal penyertaan pada unit usaha otonom koperasi, dan modal penyertaan pada perseroan milik koperasi. Modal penyertaan langsung pada kegiatan usaha koperasi biasanya dilakukan untuk menambah modal pada satu kegiatan usaha koperasi yang sedang berkembang.

Model kelembagaan pada pelaksanaan modal penyertaan seperti ini menimbulkan konsekuensi yang paling kompleks kerena dua hal; hak suara dan hak keuntungan. Modal penyertaan pada model ini tidak mempunyai hak suara (nonvoting stock), karena hanya anggota yang mempunyai hak suara. Oleh karena itu pemodal tidak mempunyai hak untuk pengelolaan dan pengawasan, yang berakibat pada lemahnya akses untuk penentuan hak keuntungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, hal yang menjadi sumber wanprestasi biasanya dinegosiasikan sejak awal dan dituangkan dalam surat perjanjian modal penyertaan.

Modal penyertaan pada unit usaha otonom koperasi lebih mudah dan fleksibel lagi. Pada model ini pengelolaan dan administrasi dilakukan sendiri secara otonom oleh unit usaha, sehingga pemodal lebih mudah untuk mengikuti perkembangannya. Namun demikian pemodal tetap tidak bisa ikut dalam pengelolaan dan pengawasan, karena dua kegiatan tersebut dilakukan oleh dan atas nama koperasi.

Pemodal dapat mengikuti perkembangannya melalui sistem pelaporan. Oleh karena itu sistem pelaporan operasional menjadi hal penting yang harus masuk dalam perjanjian. Model ketiga, yang seharusnya dapat dieksplorasikan secara maksimal oleh koperasi, adalah modal penyertaan pada badan usaha atau perseroan milik koperasi. Karena modal penyertaan dilaksanakan untuk perseroan, yang berlaku adalah peraturan dan undang-undang perseroan terbatas. Pada model ini, kepemilikan, pengelolaan dan pengawasan dilakukan bersama antara koperasi dan pemodal secara proporsional sesuai dengan besarnya modal yang disertakan. Oleh karena itu, agar badan usaha tersebut tetap menjadi milik koperasi, proporsi kepemilikan saham perseroan harus dijaga agar tetap dominan sehingga tetap penjadi pemilik saham pengendali.



DAFTAR PUSTAKA

Draper, N. R. and H.Smith. 1981. Applied Regresion Analysis , New York: John Wiley & Sons.
Gilbert, N and H. Specht. 1977. Planning for Social Welfare; Issues, Model, and Tasks, New Jersey: Pretice-Hall, Inc.
Gopar,A,H. 2009. Modal Penyertaan pada Koperasi , paper, Hotel Mirah, Bogor, 28 April 2009
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1988 tentang Penyertaan Modal pada Koperasi
Pusat Informasi Perkoperasian. Majalah, Edisi Mei 2008: HTTP://www.majalah-pip.com/majalah.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 1992. Jakarta: Pemerintah Koperasi.
Welch, S. and J. Cormer. 1988. Quantitative Methods for Public Administration, Techniques and Applications, Chicago: The Dorsey Press.

NAMA            : IRMA YONA MARANTIKA        (23212810)

                          PIKA RUSTIA                                 (25212671)

KELAS           : 2EB09

No comments:

Post a Comment